Selasa, 06 Desember 2011

Bedanya "ente'" di Madura sama "entek" di Jawa

Kisah ini tentang Si Brudin yang lahir dan gede di Madura. Menginjak usia 18 taun untuk pertama kalinya dia keluar dari Pulau Madura dan menginjakkan kaki di tanah Jawa demi mengejar jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Waktu itu ceritanya Brudin baru mau daftar ulang di salah satu universitas di Surabaya setelah dia dinyatakan lolos seleksi masuk universitas melalui jalur PMDK. Di terminal Purabaya, siang itu Brudin kelaperan dan singgah di warung nasi pecel dulu sebelum dia oper naek bis kota. "Nasinynya sattu, Buk!" ujar Brudin dengan dialek Maduranya yang masih kental, sambil duduk di salah satu sudut warung nasi pecel itu. Si ibu yang punya warung ternyata sedang mengelap piring-piring yang baru dicuci. Masih sambil sibuk si ibu menjawab, "Entek, Le!" Brudin pun tersenyum sambil manggut-manggut lantas menyalakan sebatang rokok (haduuuh ni anak baru lulus SMA udah merokok yee... ). "Samma koppinya juga ya, Buk?!" tambahnya sambil menikmati rokok di tangannya.
Si ibu pun menghentikan aktivitasnya mengelap piring dan membuatkan secangkir kopi panas untuk Brudin. "Tapi nasike wis entek lho, Le..." ujar si ibu saat menyuguhkan kopi pesanan Brudin. "Oooo... iya Buk ndak papa, saya bissa sambil ngerokok dulu," jawab Brudin sambil nyantai. Sebenernya sih perut Brudin udah keroncongan ngga karuan. Si ibu yang punya warung pun mengernyitkan dahi, tapi setelah itu dia pun melanjutkan kesibukannya. Sepuluh menit, dua puluh menit, setengah jam, kopi di cangkir Brudin udah mau abis tapi nasi yang dipesan belum siap juga. Brudin pun mulai nggak sabar karena lapar. "Buk, kok lamma? Maana nasi pesenan saya?" protes Brudin setelah menyeruput tetes terakhir kopinya. Si ibu yang sedang beres-beres warung pun menjawab dengan gaya medoknya, "Loh, kan wis dibilang kalo nasike wis entek?!" "Hmm... cepettan lah, Buk... Saya sudah lappar ini..." balas Brudin memelas. "Lho lha iyo, Le... Wis entek kok cepetan-cepetan, piye tho???" balas si ibu, antara geregetan dan kasian sama Si Brudin. "Aduh, Maaak... Dari tadi ente'-ente' terrus, saya sudah kelaparan pengen cepetan makan. Maasak dari tadi nasinya nggak jadi-jadi, Buk?" protes Brudin mulai nggak sabar. "Lho nggak jadi piye tho? Wong dibilang nasike wis entek koq," si ibu ngomel nggak mau kalah. "Berappa lamma lagi, Buk? Ente'-ente' terrus, caapek saya nunggu sudah setengah jam?!" balas Brudin. Si ibu mengernyitkan dahi sambil berkata, "Sing ngongkon kowe ngenteni iki yo sopo? Lha wis entek koq dienteni?! Udah, warunge mau tutup iki. Ndang dibayar kopine!" Tanpa mempedulikan Brudin lagi si ibu yang punya warung mulai berbenah hendak menutup warungnya. Brudin mulai nggak enak ati meskipun dia nggak paham arti omelan si ibu yang punya warung. "Bo-abbo... Gimana ini? Saya disuruh nunggu tapi warungnya mau tutup. Terrus nasinya gimanna???" protes Brudin melihat gelagat si ibu hendak mengemasi seisi warung. "Entek, Le... Entek... Koq mekso?!" omel si ibu geregetan. "Lha iya dari tadi saya sudah sabar lho, Buk... Berappa lamma lagi???" Merasa ada yang tidak beres dengan Brudin, si ibu yang punya warung mendekatinya dan berkata, "Nasinya sudah habis, Nak..." "Boo-abboooo... Kalo sudah habbis ngappain dari tadi saya disuruh nunggu, Buk??? Sudah, ini uang untuk kopinya!" balas Brudin sambil menyerahkan uang dua ribuan dan pergi meninggalkan warung si ibu sambil ngomel dengan bahasa Madura yang tak dimengerti oleh si ibu. Si ibu pemilik warung pun cuma bisa istighfar sambil mengelus dada . NB: entek (Jawa) = habis ente' (Madura) = tunggu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar